DEMOKRASI SEBAGAI PANDANGAN HIDUP
Setiap manusia mempunyai pandangan hidup.
Pandangan hidup itu bersifat kodrati.
Karena itu bisa menentukan masa depan seseorang. Pandangan hidup adalah pendapat
atau pertimbangan yang dijadikan pegangan, pedoman, arahan, petunjuk hidup di
dunia. Pandangan hidup itu adalah sebuah jalur yang dibuat untuk menentukan
arah kehidupan seseorang, Pandangan hidup itu ibarat wadah dan Manusia adalah
ibarat air yang mengikuti bagaimana bentuk wadah.. tapi sekali lagi Manusia
adalah penentu ingin menempati wadah seperti apa.
Pandangan hidup atau mungkin beberapa orang menyebutnya
sebagai Prinsip hidup. Pandangan hidup adalah dasar tentang proses
menjalani kehidupan
pandangan hidup dapat diklasifikasikan
berdasaikan asalnya yaitu terdiri dari 3 macam :
(A)
Pandangan hidup yang berasal dari
agama yaitu pandangan hidup yang mutlak kebenarannya artinya pandang hidup yang
berasal dari kitab suatu agama.
Al-quran pada islam dsb.
Al-quran pada islam dsb.
(B)
Pandangan hidup yang berupa ideologi
yang disesuaikan dengan kebudayaan dan norma yang terdapat pada negara
tersebut, seperti ideologi kasta di bali.
(C)
Pandangan hidup hasil renungan yaitu
pandangan hidup yang relatif kebenarannya. artinya pandangan hidup ini cukup
rumit, karena menggunakan ideologi filsafat dan mencari keenaran yang
sebenar-benarnya atau kebenaran yang hakiki.
Demokrasi
sebagai pandangan hidup bermasyarakat dan bernegara mengandung pengertian bahwa
rakyatlah yang memberikan ketentuan dalam masalah-masalah mengenai
kehidupannya, termasuk menilai kebijakan negara, karena kebijakan tersebut akan
menentukan kehidupan rakyat.
Dengan
demikian negara yang menganut sistem demokrasi adalah negara yang
diselenggarakan berdasarkan kehendak dan kemauan rakyat. Dari sudut organisasi,
demokrasi berarti pengorganisasian negara yang dilakukan oleh rakyat sendiri
atau atas persetujuan rakyat karena kedaulatan berada di tangan rakyat.
Menurut Srijanti demokrasi tidak akan
datang, tumbuh, dan berkembang dengan sendirinya dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Karena itu demokrasi memerlukan usaha nyata setiap
warga dan perangkat pendukungnya yaitu budaya yang kondusif sebagai manifestasi
dari suatu mindset (kerangka berpikir) dan setting social (rancangan
masyarakat). Bentuk konkrit dari manifestasi tersebut adalah dijadikannya
demokrasi sebagai way of life (pandangan hidup) dalam seluk beluk sendi
kehidupan bernegara, baik oleh rakyat (masyarakat) maupun oleh pemerintah.
Menurut Dewey demokrasi adalah
pandangan hidup yang dicerminkan dengan perlunya partisipasi dari seluruh warga
yang sudah dewasa dalam membentuk nilai-nilai yang mengatur kehidupan bersama. Dengan
demikian demokrasi adalah menetapkan dasar-dasar kebebasan dan persamaan
terhadap individu-individu yang tidak membedakan asal, jenis, agama, dan bahasa
dalam kehidupan bersama.
Pemerintahan demokrasi membutuhkan
kultur demokrasi untuk membuatnya performed (eksis dan tegak). Kultur
demokrasi itu berada dalam masyarakat itu sendiri. Sebuah pemerintahan yang
baik dapat tumbuh dan stabil bila masyarakat pada umumnya punya sikap positif
dan proaktif terhadap norma-norma dasar demokrasi. Karena itu harus ada
keyakinan yang luas di masyarakat bahwa demokrasi adalah sistem pemerintahan
yang terbaik dibanding dengan sistem lainnya (Saiful Mujani, 2002). Untuk itu
masyarakat harus menjadikan demokrasi sebagai way of life yang menuntun
tata kehidupan kemasyarakatan, kebangsaan, pemerintahan, dan kenegaraan.
Nurcholish Madjid memiliki pandangan
yang positif terhadap demokrasi. Menurutnya, demokrasi bukanlah kata benda,
melainkan lebih merupakan kata kerja yang mengandung makna sebagai proses yang
dinamis. Karena itu, demokrasi haruslah diupayakan. Demokrasi dalam kerangka di
atas berarti sebuah proses melaksanakan nilai-nilai civility (keadaban)
dalam bernegara dan bermasyarakat. Demokrasi adalah proses menuju dan menjaga civil
society yang menghormati dan berupaya merealisasikan nilai-nilai demokrasi
(Sukron Kamil, 2002).
Nurcholish Madjid (Cak Nur) berhasil
merumuskan daftar penting norma-norma dan pandangan hidup demokratis yang
sesuai dengan ajaran Islam yang universal. Menurut Cak Nur pandangan hidup
demokratis berdasarkan pada bahan-bahan yang telah berkembang, baik secara
teoritis maupun pengalaman praktis di negeri-negeri yang demokrasinya cukup
mapan paling tidak mencakup tujuh norma. Ketujuh norma tersebut adalah sebagai
berikut:
1.
Pentingnya
kesadaran akan pluralisme
Kemajemukan adalah sunnatullah.
Kesadaran masyarakat harus dibangun secara positif dalam memandang segala
perbedaan. Seseorang akan dapat menyesuaikan dirinya pada cara hidup demokratis
jika ia mampu mendisiplinkan dirinya ke arah jenis persatuan dan kesatuan yang
diperoleh melalui penggunaan perilaku kreatif dan dinamis serta memahami
segi-segi positif kemajemukan masyarakat. Masyarakat yang teguh berpegang pada
pandangan hidup demokratis harus dengan sendirinya teguh memelihara dan melindungi
lingkup keragaman yang luas. Pandangan hidup demokratis seperti ini menuntut
moral pribadi yang tinggi. Kesadaran akan pluralitas sangat penting dimiliki
bagi rakyat Indonesia sebagai bangsa yang sangat beragam dari sisi etnis,
bahasa, budaya, agama dan potensi alamnya.
2.
Dalam
peristilahan politik dikenal istilah Musyawarah.
Musyawarah telah diajarkan dalam
ajaran Islam sejak dulu. Karena istilah musyawarah berasal dari bahasa Arab,
dengan makna asal sekitar “saling memberi isyarat”. Internalisasi makna dan
semangat musyawarah menghendaki atau mengharuskan adanya keinsyafan dan
kedewasaan untuk dengan tulus menerima kemungkinan kompromi atau bahkan “kalah
suara”. Semangat musyawarah menuntut agar setiap orang menerima kemungkinan
terjadinya “partial finctioning of ideals”, yaitu pandangan dasar bahwa
belum tentu, dan tidak harus, seluruh keinginan atau pikiran seseorang atau
kelompok akan diterima dan dilaksanakan sepenuhnya. Korelasi prinsip itu ialah
kesediaan untuk kemungkinan menerima bentuk-bentuk tertentu kompromi atau
islah. Korelasinya yang lain ialah seberapa jauh kita bisa bersikap dewasa
dalam mengemukakan pendapat, mendengarkan pendapat orang lain, menerima
perbedaan pendapat, dan kemungkinan mengambil pendapat yang lebih baik. Dalam
masyarakat yang belum terlatih benar untuk berdemokrasi, sering terjadi
kejenuhan antara mengkritik yang sehat dan bertanggung jawab, dan menghina yang
merusak dan tanpa tanggung jawab.
3.
Buang
jauh-jauh pemikiran bahwa untuk mendapatkan tujuan dapat menghalalkan segala
cara.
Ungkapan “tujuan menghalalkan
cara” mengisyaratkan suatu kutukan kepada orang yang berusaha meraih tujuannya
dengan cara-cara yang tidak peduli kepada pertimbangan moral. Pandangan hidup
demokratis mewajibkan adanya keyakinan bahwa cara haruslah sejalan dengan
tujuan. Bahkan sesungguhnya klaim atas suatu tujuan yang baik harus diabsahkan
oleh kebaikan cara yang ditempuh untuk meraihnya. Seperti dikatakan Albert
Camus, “Indeed the end justifies the means. But what justifies the
end? The means!”. Maka antara keduanya tidak boleh ada pertentangan. Setiap
pertentangan antara cara dan tujuan jika telah tumbuh menggejala cukup luas,
pasti akan mengundang reaksi-reaksi yang dapat menghancurkan demokrasi.
Demokrasi tidak terbayang terwujud tanpa akhlak yang tinggi. Dengan demikian
pertimbangan moral (keluhuran akhlak) menjadi acuan dalam berbuat dan mencapai
tujuan.
4.
Permufakatan
yang jujur dan sehat adalah hasil akhir musyawarah yang jujur dan sehat.
Suasana masyarakat demokratis
dituntut untuk menguasai dna menjalankan seni permusyawaratan yang jujur dan
sehat itu guna mencapai permufakatan yang juga jujur dan sehat. Permufakatan
yang dicapai melalui “engineering”, manipulasi atau taktik-taktik yang
sesungguhnya hasil sebuah konspirasi, bukan saja merupakan permufakatan yang
curang, cacat atau sakit, malah dapat disebut sebagai pengkhianatan pada nilai
dan semangat demokrasi. Karena itu, faktor ketulusan dalam usaha bersama
mewujudkan tatanan sosial yang baik untuk semua merupakan hal yang sangat pokok.
Faktor ketulusan itu mengandung makna pembebasan diri dari vested interest yang
sempit. Prinsip ini pun terkait dengan paham musyawarah seperti telah
dikemukakan di atas. Musyawarah yang benar dan baik hanya akan berlangsung jika
masing-masing pribadi atau kelompok yang bersangkutan mempunyai kesediaan
psikologis untuk melihat kemungkinan orang lain benar dandiri sendiri salah,
dan bahwa setiap orang pada dasarnya baik, berkecenderungan baik dan beritikad
baik.
5.
Dari
sekian banyak unsur kehidupan bersama ialah terpenuhinya keperluan pokok, yaitu
pangan, sandang, dan papan.
Ketiga hal itu menyangkut masalah
pemenuhan segi-segi ekonomi (seperti masalah mengapa kita makan nasi,
bersandangkan sarung, kopiah, kebaya, serta berpapankan rumah “joglo”,
misalnya) yang dalam pemenuhannya tidak lepas dari perencanaan sosial-budaya.
Warga masyarakat demokratis ditantang unuk mempu menganut hidup dengan
pemenuhan kebutuhan secara berencana, dan harus memiliki kepastian bahwa
rencana-rencana itu (dalam wujud besarnya ialah GBHN) benar-benar sejalan
dengan tujuan dan praktik demokrasi. Dengan demikian rencana pemenuhan
kebutuhan ekonomi harus mempertimbangkan aspek keharmonisan dan keteraturan
sosial.
6.
Saling
bekerjasama antarwarga masyarakat dengan paradigma saling memiliki
pikiran-pikiran yang positif (positive thinking).
Kerjasama antarwarga masyarakat
dan sikap saling mempercayai itikad baik masing-masing, kemudian jalinan
dukung-mendukung secara fungsional antara berbagai unsur kelembagaan
kemasyarakatan yang ada, merupakan segi penunjang efisiensi untuk demokrasi.
Masyarakat yang terkotak-kotak dengan masing-masing penuh curiga kepada lainnya
bukan saja mengakibatkan tidak efisiennya cara hidup demokrasi, tapi juga dapat
menjurus pada lahirnya pola tingkah laku yang bertentangan dengan nilai-nilai
asasi demokratis. Pengakuan akan kebebasan nurani (freedom of conscience),
persamaan hak dan kewajiban bagi semua (egalitarianisme) dan tingkah laku penuh
percaya pada itikad baik orang dan kelompok lain (trust attitude) mengharuskan
adanya landasan pandangan kemanusiaan yang positif dan optimis. Pandangan
kemanusiaan yang negatif dan pesimis akan dengan sendirinya sulit menghindari
perilaku dan tidak percaya kepada sesama manusia, yang kemudian ujungnya ialah
keengganan bekerjasama.
7.
Pentingnya
pendidikan demokrasi sejak dini. Pelaksanaan demokrasi belum sepenuhnya sesuai
dengan kaidah-kaidah yang sesungguhnya.
Di tengah-tengah pelaksanaan
demokrasi yang belum dewasa, kebutuhan pendidikan demokrasi bagi masyarakat
menjadi semakin penting. Pendidikan demokrasi yang dilakukan selama ini masih
terbatas pada usaha indoktrinasi dan penyuapan konsep-konsep secara
verbalistik. Terjadinya diskrepansi (jurang pemisah) antara das sein dan
das sollen dalam konteks ini ialah akibat dari kuatnya budaya
“menggurui” (secara feodalistik) dalam masyarakat, sehingga verbalisme yang
dihasilkannya juga menghasilkan kepuasan tersendiri dan membuat yang
bersangkutan merasa telah berbuat sesuatu dalam penegakan demokrasi hanya
karena telah berbicara tanpa perilaku. Pandangan hidup demokratis terlaksana
dalam abad kesadaran universal sekarang ini maka nilai-nilai dan
pengertian-pengertiannya harus dijadikan unsur yang menyatu dengan sistem
pendidikan di Indonesia.